Itulah
dia. Dengan segala keanggunan nan meneduhkan mata. Senyum ikhlas mengundang
simpatik, sorot mata penuh keramahan. Sungguh tak biasa dari kebanyakan dari
yang terlihat. Diantara mereka yang menghedoniskan diri, berlomba dengan segala
duniawi yang memewahkan, berambisi dalam keangkuhan, dan hanya segelintir yang
acuh akan semua hal itu. Ya, dia. Tetap hanya dia yang terlihat bahagia dengan
segala kesederhanaannya, melekat serasi dengan akhlak. Semua begitu sempurna,
sehelai kain yang menutupi rambut dikepala, menjulur hingga kepinggang,
memperjelas bentuk wajahnya yang bulat, menghias apapun yang dilakukannya.
sedikit menyadari, bahwa benda itu yang menambah pesona alami dari dirinya.
Kaligrafi
melingkar di mushola mungil itu, dikelilingi pohon rindang beserta kursi
dibawahnya, tepat didepan ruang baca, dapat dipastikan kau mampu menemukannya.
Ya, dia, bak permata dilautan sana, kecil diselimuti jutaan ombak yang menjaga.
Kharisma, tak ayal menjadi kepunyaan, beranselkan tas hitam polos, benda kecil
nan suci digenggamannya. AlQur’an, dia tahu itu adalah teman setianya sejak
beberapa waktu lalu. Bingsal jika tak ada, muram jika jauh darinya. Shalihah.
Tak
pernah ada yang tahu bagaimana semua itu bermula. Bahwa dari tempat yang kadang
tak terfikirkan ataupun dari keadaan yang tak memungkinkan, semua bisa saja
terjadi. Ia dan jilbabnya bertemu, berkenalan, dan saling menaruh hati adalah
sebuah hal yang tak akan terprediksi dari kebanyakan orang. siapa yang tahu? Jika
sebelum adanya senyum ramah, nan keanggunan yang jarang termiliki itu,
menguntai kisah hebat yang membentuknya. Entah ya atau tidak, entah fiksi
ataupun realita, entah semua menggubris atau tidak, tetap masih ada sorot mata
yang sama membuatnya persis hingga saat ini.
“ Assalamualaikum,...”
Kalimat
itu? Seperti ada yang menyapa. Benar seorang berhasil membuyarkan semua skema
yang tersusun dikepalaku sejak tadi. Seorang pemuda berkemeja rapi, menegur
seorang yang tengah bengong dengan apapun yang ada difikirannya, dan lagi,
itupun mengganggu jalan menuju kelas. Yuph, that’s me! Hehe, senyum tertahan
akhirnya tercipta diwajahku. Sempat memandang. Menunduk, dan mengalihkannya,
lalu pergi. Ya, itu yang dilakukannya. Entah mengapa ia harus meyapaku lalu
pergi begitu saja. tanpa senyum atau sepatah kata lagi untuk membuatku paham.
Aku
kembali berjalan, menyongsong koridor kampus, melihat taman yang sedang
diguyuri ribuan rintik hujan. Ada aroma sejuk menyapa, angin segar yang sudah
lama tak terasa, kini menggelayut bersama perasaanku. Ahh, dimana dia? Masih
saja aku memikirkannya. bukan hanya itu, lelaki yang baru saja kutemukan, kini
pula mengganggu fokusku. Bukan karna wajahnya, ataupun wewangian yang sempat
kukenali tadi, tapi perlakuannya yang baru kali ini kulihat. Lalu, apa hubungan
nya? Jelas tak ada, fikirku. Sejenak aku berhenti, bersandar disalah satu tiang
penyanggah bangunan yang saat ini melindungiku dari serbuan tetesan air dari
langit. Damai.
(bersambung^^)