Sabtu, 15 November 2014



Itulah dia. Dengan segala keanggunan nan meneduhkan mata. Senyum ikhlas mengundang simpatik, sorot mata penuh keramahan. Sungguh tak biasa dari kebanyakan dari yang terlihat. Diantara mereka yang menghedoniskan diri, berlomba dengan segala duniawi yang memewahkan, berambisi dalam keangkuhan, dan hanya segelintir yang acuh akan semua hal itu. Ya, dia. Tetap hanya dia yang terlihat bahagia dengan segala kesederhanaannya, melekat serasi dengan akhlak. Semua begitu sempurna, sehelai kain yang menutupi rambut dikepala, menjulur hingga kepinggang, memperjelas bentuk wajahnya yang bulat, menghias apapun yang dilakukannya. sedikit menyadari, bahwa benda itu yang menambah pesona alami dari dirinya.
Kaligrafi melingkar di mushola mungil itu, dikelilingi pohon rindang beserta kursi dibawahnya, tepat didepan ruang baca, dapat dipastikan kau mampu menemukannya. Ya, dia, bak permata dilautan sana, kecil diselimuti jutaan ombak yang menjaga. Kharisma, tak ayal menjadi kepunyaan, beranselkan tas hitam polos, benda kecil nan suci digenggamannya. AlQur’an, dia tahu itu adalah teman setianya sejak beberapa waktu lalu. Bingsal jika tak ada, muram jika jauh darinya. Shalihah.
Tak pernah ada yang tahu bagaimana semua itu bermula. Bahwa dari tempat yang kadang tak terfikirkan ataupun dari keadaan yang tak memungkinkan, semua bisa saja terjadi. Ia dan jilbabnya bertemu, berkenalan, dan saling menaruh hati adalah sebuah hal yang tak akan terprediksi dari kebanyakan orang. siapa yang tahu? Jika sebelum adanya senyum ramah, nan keanggunan yang jarang termiliki itu, menguntai kisah hebat yang membentuknya. Entah ya atau tidak, entah fiksi ataupun realita, entah semua menggubris atau tidak, tetap masih ada sorot mata yang sama membuatnya persis hingga saat ini.
 “ Assalamualaikum,...”
Kalimat itu? Seperti ada yang menyapa. Benar seorang berhasil membuyarkan semua skema yang tersusun dikepalaku sejak tadi. Seorang pemuda berkemeja rapi, menegur seorang yang tengah bengong dengan apapun yang ada difikirannya, dan lagi, itupun mengganggu jalan menuju kelas. Yuph, that’s me! Hehe, senyum tertahan akhirnya tercipta diwajahku. Sempat memandang. Menunduk, dan mengalihkannya, lalu pergi. Ya, itu yang dilakukannya. Entah mengapa ia harus meyapaku lalu pergi begitu saja. tanpa senyum atau sepatah kata lagi untuk membuatku paham.

Aku kembali berjalan, menyongsong koridor kampus, melihat taman yang sedang diguyuri ribuan rintik hujan. Ada aroma sejuk menyapa, angin segar yang sudah lama tak terasa, kini menggelayut bersama perasaanku. Ahh, dimana dia? Masih saja aku memikirkannya. bukan hanya itu, lelaki yang baru saja kutemukan, kini pula mengganggu fokusku. Bukan karna wajahnya, ataupun wewangian yang sempat kukenali tadi, tapi perlakuannya yang baru kali ini kulihat. Lalu, apa hubungan nya? Jelas tak ada, fikirku. Sejenak aku berhenti, bersandar disalah satu tiang penyanggah bangunan yang saat ini melindungiku dari serbuan tetesan air dari langit. Damai.

(bersambung^^)