Sholihah.
Bagaimana menurut mu? Berjilbab? Sholat yang tak luput? Atau tilawah yang
merdu?. Tak sekedar, mungkinkah jika itu yang dijadikan cita-cita? siapa pun
bisa menjadi sosok yang shalihah. Kapanpun dengan cara apapun pula. Itu suatu
proses besar, dimana identitas tak bisa dikembalikan. Menjaga hati, fikiran dan
tingkah. Menjaga diri, amalan, juga langkah. Sesuatu yang sulit dipelihara
nyatanya.
Haramkah
jika muslimah memiliki cinta?
Salahkah
jika hatinya berbunga karena ada yang menyiram?
Ia
menyadari bahwa hubungan itu membuatnya lain. Merasa tak enak, risih, salah. Teman,
seorang yang dikenalnya beberapa tahun silam. Bertemu, menjalin komunikasi dan
hubungan yang mungkin akan berarti. Ya mungkin tak ada salahnya dengan masa
yang tak singkat. tanpa mempersalahkan perbedaan, tanpa memperpanjang
kesalahpahaman, tanpa harus melebih-lebihkan perasaan. karna nyatanya, perasaan
yang sederhana itupun mampu membuat perasaan nyaman yang mewah. Ia takut akan
Sesuatu.
“Izinkan aku menjadi muslimah seutuhnya”
Disini,
keinginannya memuncak, harapannya benar-benar bulat. Resah ada, bimbang pun
hadir. Apa ia akan menyakiti? Apa akan merasa hilang? Apa ini yang seharusnya?
Sebuah cinta masih ada untuk seseorang, juga masih untuknya. Dilema yang rentan
kali ini. apa salah keinginannya? Tak memerlukan sebab untuk menjawab bukan?
Butuh keberanian dan waktu yang cukup lama untuk bisa mengelak dari luka yang
mungkin ada.
Tekad
itu yang membawanya pada sebuah keputusan. Yang diyakini adalah yang terbaik, yang
bukan hanya karenaNya tetapi pula untukNya. Ia mencintai yang memberinya cinta.
Yang memberinya pelayaran tak selalu tenang, tapi menyiapkan pelabuhan nan
indah. Seorang kekasih hanya ada pada saat
ijab dan qobul berdampingan. Berhadiahkan kekasih yang mengerti, paham
jika itulah yang diinginkan oleh Nya. tak ada lagi keraguan mencapai mu’minah
sejati. Jauh dari yang keji dan munkar , jauh dari dosa yang akan ditimpakan
pada ayah, dan merasa bahagia. katanya, hanya dengan Tuhan lah ia akan berbagi
cinta. Benarkah?
Entahlah,
tapi memang begitu yang kuketahui darinya. Perjalanan ringan sebuah cinta
Lillahita’ala. Seorang yang menegurku didepan kelas waktu itu, itulah yang
memang seharusnya ia lakukan. Aku mengerti. Tak seharusnya lagi memandang,
walau hanya sebatas penikmat senyuman. Walau hanya sebatas mengagumi, tak
sepantasnya berharap yang jauh. Bukankah Tuhan selalu menemani? Memberikan
kebahagiaan? Mengirim cinta? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar