“ehh.., iya.iya!!”
jawaban kompak menyahut. Gadis satu sibuk menghabiskan minumnya dan yang satu
segera memburu ibu kantin untuk membayar.
“bu,bu.. bakso
nya dua, es jeruknya tiga!” gadis itu menyerbu sambil menyodorkan uangnya.
“aduh, neng
uangnya kurang tujuh ribu nih” balas bu kantin
“ya ampun,
kurang? Duh, ntar bu ya, ntar pulang sekolah saya kesini lagi bayar tujuh
ribunya, oke,bu? Makasih ya buu!” ia meyakinkan dengan tampang memelas dan
bergegas meninggalkan ibu kantin yang meng-iyakan permintaannya.
“duh, Fit.. telat
lagi, bakal di marahin sama pak bas nih! Mana tadi uang ane kurang lagi!”
“hah, kurang..
yaudah ntar pake uangku aja bayarnya. Yang penting sekarang gimana nasib kita
sampe dikelas ntar!”. Keduanya berlari sambil berdoa. Sesampainya dikelas,
siswa lain terlihat serius menulis di lembar kertas masing-masing. Dan Pak Bas
asyik mondar-mandir mengawasi siswanya bekerja.
“duh, udah mulai,
Ndah. Gimana dong nih” Fitri terlihat enggan untuk masuk ke kelas.
“hm, iya,ya.
Yaudah masuk aja yuk! daripada kita gak ikut ulangan” Indah menarik tangan
Fitri menghampiri Pak Bas yang setibanya sudah menggeleng-gelengkan kepala.
“Asalamualaykum,Pak.
Maaf kami telat tadi abis makan dari kantin, pas mau bayar uangnya kurang”
sontak seisi kelas tertawa memecah keheningan mendengar alasan polos milik
Indah.
“tenang.tenang!
kembali bekerja!” perintah Pak Bas. “kalian ini, sudah tau hari ini akan mid
semester, seharusnya bisa stand by
dikelas lebih awal. Ya sudah, kembali ke tempat duduk kalian dan kerjakan soal
yang sudah dibagikan!”
“baik, Pak.
Terimakasih” jawaban kompak kembali Indah dan Fitri balas.
Bel pulang
berbunyi. Lingkungan sekolah kembali dipadati kerumunan siswa. Ada yang
bergegas pulang, ada yang sibuk dengan organisasi masing-masing, dan ada pula
yang masih sibuk nongkrong dikantin sekolah.
“Fit, pake uang
mu dulu ya. Tujuh ribu aja, ane mau bayar uang yang kurang tadi”
“oh ya, ini nih.
Ane tunggu di mushola ya, jangan lupa bentar lagi sholat Ashar, lho!”
“oke!” Indah
membalas dan segera menuju kantin.
Setelahnya suara
adzan berkumandang. entah milik siapa suara merdu itu sampai pada puluhan
pasang telinga yang ada disekolah. Membuat suasana mushola menjadi hiruk dan
pikuk dengan antrean di tempat wudhu. Walau langit mulai terlihat jingga, tetap
saja sekolah itu masih ramai karena aktivitas ektra sekolah yang sangat aktif.
Bada’ Ashar, kembali aktivitas berlanjut.
“Fit, tadi siapa
ya yang adzan? Merdu banget suaranya, pasti ngajinya juga bagus tuh” Indah
membuka percakapan yang hanya tinggal dirinya dan Fitri yang ada di mushola.
“kayaknya yang
adzan tadi kak Azam. Suaranya emang bagus, kan dia vokalis band sekolah kita
juga” jawab Fitri yang tak asing lagi.
“oh, kakak kelas
tiga IPS satu itu ya. Penampilannya emang sederhana sih, tapi gak nyangka punya
kelebihan lain dari yang lain. Salut! hehe” Indah memberi penilaian tanpa
diminta. Mendengar itu, Fitri hanya tersenyum dan kembali fokus pada tab
miliknya.
Indah dan Fitri
sedikit berbeda dalam karakter. Indah gadis yang supel dan terbilang polos
sedang Fitri gadis yang lebih banyak diam dan terbilang dewasa dari Indah.
Mereka pun tak pernah berencana untuk bersahabat. mungkin hanya kata ‘hei’ jika berpapasan. Tapi organisasi
yang sama membuat pertemuan mereka terjalin kontinyu, kata rindu pun bersambut
jika ada hari tanpa kehadiran salah satunya. Indah dan Fitri adalah gadis yang
sama ramahnya dan betah berlama-lama di mushola. Ya, bukan hanya karena mereka
terlibat rohis sekolah tetapi karena diskusi yang kerap terjadi.
“Ndah,
kamu pernah suka sama seseorang?”
“hmp?
Perrnaahh ,,sih. Tapi udah gak mikirin yang kayak gitu lagi. Udah lupa rasanya
suka sama seseorang.hehe. emang napa, Fit? Tumben nanya yang begituan.”
“hihi..
gak papa, ane Cuma nanya aja kok.” ujar Fitri yang membalas sifat terbukanya
Indah. “yaudah yuk, tugas dari rohis
udah selesai nih. Kita pulang sekarang” ajaknya.
“ehh,
sebelum pulang mampir ke warung si Neng yah, ane laper pengen gorengan. Tapi
pake uangmu lagi nih.hehe”
“hemm..oke.oke!”
Fitri menurut. “Ndah,Ndah.. buruan mau hujan nih, ntar pulangnya kemaleman!”
Rintik hujan membasahi jilbab Fitri yang menunggu di sepeda.
“oh,
ya. Oke.oke Fit! Langsung caw kerumah ya!” melesat keduanya dengan sepedanya
masing-masing. Setibanya dirumah, Indah segera mandi dan membuka laptop.
Ditemani secangkir susu coklat dan sepiring gorengan yang baru dibelinya tadi.
Suara hujan yang merileks-kan kembali kepenatan hari itu mendorong membuka lagi
akun Facebook yang tadi malam tak
sempat di logout. Tiba-tiba ia
teringat pertanyaan sobatnya yang disusul dengan sosok sang pengumandang adzan
waktu Ashar tadi. Deg, ia merasakan hal yang ganjil kali itu. Ia berusaha untuk
tak mempedulikannya.
“lihatlah
Fitri, Indah! Dia yang lebih kenal dengan sosok kak Azam saja, terlihat
biasa-biasa saja. Masa’ kamu baru tau tadi udah ngerasaain yang aneh-aneh?
Stop.stop.stop!” Indah berbicara pada dirinya sendiri. Ia dan Fitri memang
terbiasa di musholla, biasa pula bila tertangkap sosok kak Azam di mata tanpa
sengaja. Semua memang terasa biasa saja, tapi mungkin lain untuk sekarang, bagi
Indah.
“Pagi...
Indah!!!” Fitri menyapa di gerbang sekolah. Ia sengaja menunggu Indah agar bisa
bersama menuju ke kelas.
“Eh,,
pagi juga Fitri ku sayang!!” Indah langsung menggandeng tangan Fitri sahabat
yang sangat disayanginya sambil berjalan menuju kelas. Melihat senyum tulus dan
mata sipit milik Fitri membuat Indah sadar. Betapa bersyukurnya ia memiliki
sahabat seperti Fitri.
Langkah
sengaja terhenti. Indah dengan fokusnya melihat info terbaru di mading.
Kemudian beralih ke halaman sekolah, disana seluruh siswa kelas tiga
dikumpulkan dan terlihat kepala sekolah sedang memberikan arahan. Satu sosok
yang membuat keduanya membisu sejenak. dan angin begitu saja berhembus, gugur
daun pohon melayang dihadapan keduanya. Indah yang pertama kali beranjak, di
lihatnya Fitri dengan tatapan khas miliknya. Ke satu arah yang sama dilihatnya
tadi, kemudian beralih.
“ayok,
Ndah! Lanjut ke kelas” Fitri melangkah dulu
“a...yok!!”
sahut Indah dan sesuatu yang difikirkannya.
Hari-hari
berlalu dengan indahnya persahabatan mereka. Mudah sulit sudah dirasa, sedih
senang pun sudah biasa. Tak ada yang tersembunyi, keduanya saling mengerti. Pun
tentang perasaan mereka sendiri. Indah memang mengagumi sosok kak Azam yang di
ketahuinya lewat Fitri. tapi ia tahu, bahwa Fitri sebenarnya juga telah lebih
dulu mengagumi sosok yang sama. wajar memang jika mereka memiliki rasa itu.
Meski belum pantas, maka tak pernah pula untuk mengatakan hal apapun tentang
itu. Rasa itu hanya akan tersimpan, pun hingga menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar