Sabtu, 09 Desember 2017

KEMI, Dari cinta kebebasan yang tersesat, Menyusuri Jejak Konspirasi, hingga Tumbal Liberalisme.




Bismillah.
Asalamualaykum gaesss, setelah sekian lama akhirnya ane sempet juga buat-buat yang kayak gini. Sebenernya niatnya ane mau buat resensi gituu, itung-itung pemanasan buat garap tugas akhir mahasiswa semester tua tapi,, tiap mau nulis selalu aja bawaannya pengen cerita (:D). Resensi itu biasanya buku-buku nonfiksi kan, nah karena ane baru selesai baca novel alias fiksi, jadi ya gitu, nulis ini dengan gaya yang super santai dan jauh dari kata ilmiah (wkwk). Eitss.. meskipun fiksi, tapi ini bukan cerita novel biasa loh, karena manfaatnya emang lagi dibutuhin banget sama kita-kita mujahid yang cinta agama dan tanah air! Hehe. Pokoknya, tidak ada yang tidak Allah berikan hikmah, asalkan kita mampu dan mau mengambil pelajaran.
Novel unik karya Adian Husaini ini berjudul KEMI yang terdiri dari tiga seri. Intinya, ini merupakan kisah pergulatan batin dan pemikiran para aktivis liberal di suatu negeri (menurut ane sih Indonesia banget) yang sudah pasti sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dan menurut ane, bukan gak mungkin Proyek Liberalisasi memang benar-benar ada dijalankan di Indonesia. proyek liberalisasi??
Jadi gini,, si Kemi ini adalah seorang santri cerdas disuatu pesantren. Bersama sobatnya yang bernama Rahmat, mereka udah mulai dipersiapkan oleh Kiai Rois untuk menjadi guru dan pengurus pesantren tersebut. tapi tiba-tiba Kemi meminta izin pada pak Kiai untuk bisa melanjutkan kuliah di Kota. meski telah diskusi panjang dan pak kiai agak berkeberatan, Kemi sudah bertekad dan memutuskan untuk tetap pergi. Setelah sekian bulan, Rahmat kebetulan mengantar adiknya ke kota dan janjian untuk temu kangen sama Kemi. Alhasil, diskusi terjadi dan perdebatan tak terelakkan. Disini yang ane suka, novel ini bukan melulu tentang kisah dengan bahasa sastra yang indah saja, tapi novel ini isinya argumen semua! Lebih tepatnya, argumen yang disajikan dalam bentuk cerita. You know that, argument itu dibuat pake data yang valid alias gak fiksi. jadi kita bisa dengan mudah mencerna  pemikiran liberal yang dihadapkan dengan aturan-aturan Islam, kita lebih paham cara pemikiran liberal yang mudah masuk ke nalar kita dengan istilah-istilah yang kekinian. Dan disitu ane bener-bener paham, ternyata jeratan angan-angan dan gurita liberalisme dapat menyerbu kapan saja, tiap detik yang tanpa disadari menghancurkan aqidah dan keimanan kita. Na’udzubillah.
Lanjut, si Rahmat pulang ke pesantren dan menceritakan perkembangan Kemi kepada kiai Rois. Kiai paham akan permasalahannya. Dengan musyawarah dan istikarah, maka Rahmat pun diberikan misi untuk membawa Kemi ‘pulang’ kembali. Tidak tanpa persiapan, beberapa hari sebelum berangkat, Rahmat ‘di godok’  lebih matang agar siap ‘bertempur’. Rahmat diberikan banyak buku tentang pemikiran liberal berikut dengan kritik nya dari sudut pandang Islam maupun lainnya. Rahmat di didik untuk cepat dan kritis menanggapi isu-isu nasional maupun internasional, dulu maupun sekarang. nahh, disini yang ane suka juga. Disini ane paham, kalo kita memutuskan untuk berjuang turun dalam satu medan tertentu, kita kudu punya persiapan matang. Kita kudu tau kapasitas diri kita sendiri, bekal apa yang wajib kita miliki. Kita kudu menguasai ilmunya! Bukan niat, kalo Cuma ada niat doank.
Kemi di-kuliah-kan di satu universitas lintas agama, dan pastinya pemikiran yang diajarkan adalah yang sekuler. di-kuliah-kan yang artinya di bayarin. ceritanya, Kemi ini di sponsori oleh lembaga-lembaga asing yang ternyata bagian dari proyek liberalisasi di Indonesia. ya, proyek liberalisasi. jadi Kemi ini ‘di rekrut’ masuk ke dalam jaringan untuk bisa menyebarkan paham-paham liberalisasi di Indonesia. kenapa Kemi? Nahh ini juga yang ‘ternyata’, ternyata sindikat memang mencari orang-orang seperti Kemi. selain cerdas dan punya cara kerja yang top, jangan lupakan kalo dia adalah seorang santri. Ya, mereka memanfaatkan personal branding! jadi dapat dikatakan, seorang santri/ulama (yang makanannya tiap hari ‘kitab-kitab’) nyatanya berpikiran pluralis, mempelopori Islam toleransi tingkat tinggi, yang ‘legowo’ kalo semua agama didunia itu sama benarnya, menilai agama lain tidak dari sudut pandang agama tertentu saja, kesetaraan gender, kaum homo-lesbi pun diperjuangkan hak seksualitasnya. Bahkan, ada yang sengaja disekolahkan di sekolah Islam untuk merusak ajaran Islam itu sendiri. kayak Snouck Hurgronje yang belajar Islam, tetapi sebagai alat penjajah agar mudah menaklukkan bangsa.
 Jadi Kemi ini kerjanya buat proposal-proposal gitu, nanti di ajukan dan dicairkan dana nya. terus dibuat semacam seminar-seminar, ‘pelatihan pemikiran’, dan diskusi-diskusi tentang liberalisme yang humanis non-fundamental. Ia diberi fee plus ketenaran seantero publik. Jangan tanya ini dana nya darimana, ya dari negara yang menggaungkan paham liberalis lah! hehe. Tak jarang juga, dana-dana asing itu disalurkan ke pesantren-pesantren sebagai bentuk bantuan asalkan para kiai dan santri menerima dan mengikuti segala bentuk kegiatan liberalisme bertopeng Islam moderat yang rahmatan lil alamin. Nah, udah pada tahu kan kalo mau merusak suatu bangsa salah satunya yaa masuk ke dalam sistem pendidikan! Dan menyebarkan ilmu atau pemikiran yang salah, bisa bayangin gak itu gimana efek dan dosanya ??-_-
Rahmat sebenarnya jadi calon korban selanjutnya juga, ia ditargetkan untuk masuk kedalam jaringan sindikat karena kecerdasannya yang membawa keuntungan untuk proyek liberalisasi di Indonesia. Tetapi Rahmat, sudah paham betul dengan apa yang Ia hadapi. Ia sudah mempersiapkan diri sebelumnya dan terus dibimbing oleh pak Kiai Rois. Dia juga selalu berdoa, “ya Allah, tunjukkan lah kepadaku yang benar itu benar dan berikanlah kemampuan kepadaku untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah yang bathil itu bathil, dan berikanlah kemampuan untuk menjauhinya.”  Alhasil, setiap diskusi yang ada, Rahmat selalu mampu menjinakkan bahkan menelanjangi logika-logika liberalis hingga akhirnya, Rahmat dianggap sebagai ancaman dan Kemi dianggap telah gagal menjaring Rahmat. Kemi, yang merasa benar dengan pemikiran liberalisnya, merasa ‘ikhlas’ melakukan penyebaran-penyebaran paham liberal meski tidak sadar bahwa sedang ditipu. Daaan, disini lagi yang ane ambil pelajaran. Ternyata sesuatu yang kita kerjakan dengan ikhlas pasti akan dilakuin dengan tekun meskipun kenyataan sedang sulit. seorang liberalis yang materialis, gak akan mau kerja kalo gak ada duit. Jadi kerja gak mau susah, kalo susah duit nya juga kudu gede. Sampai-sampai menggadaikan idealis dan negara Cuma untuk keuntungan sendiri yang sebenarnya sedikit!. Nah ini, yang dicontohkan oleh para pahlawan. Kenapa mereka gigih memperjuangkan kemerdekaan meskipun itu sulit berdarah-darah bahkan bertaruh nyawa, karena mereka ikhlas! Ikhlas untuk kebaikan negeri tercinta dan seluruh umat Indonesia. suatu nilai moral yang agung yang membuat bangsa Indonesia tidak mudah ditaklukkan. Faktanya, umat Islam menjadi ancaman potensial bagi penjajah, karena punya ajaran jihad yang amar ma’ruf nahi munkar semata-mata ikhlas ridha karena sang Ilahi. Jadi wajar saja, sejak dulu umat Islam selalu dideskritkan. Di seri kedua novel ini, bercerita tentang misi menemukan kembali Kemi yang hilang. Dengan adanya satu ‘tim’ yang solid, ini bukan sekedar misi pencarian melainkan menyusuri jejak konspirasi proyek liberalisasi di Indonesia. para tokoh mencoba mencegah jaringan tersebut yang nantinya pasti akan menjadi fitnah untuk agama Islam. disini ane ngerasa kok ya ane banget, keinget sama film ‘Alif Lam Mim’ juga, dimana selalu mengharuskan adanya kerja strategis dibeberapa lini, ya itu; da’i, penegak hukum&politisi, dan jurnalis/media massa. Kisah cinta? Ada juga kok bagiannya di novel ini, lebih so sweet dari kata mutiara di akun-akun jomblo pastinya (wkwk).
Seperti human traficking, Kemi dieksploitasi kemampuannya untuk kepentingan bisnis liberalisasi. ia seperti ‘dijual’ , dieksploitasi tanpa sadar, dan ketika sudah tak berguna maka akan dihabisi nyawanya. Begitu, si Kemi pun di aniaya sampai beberapa bulan lamanya tidak sadarkan diri, ia diculik dan dibawa ketempat tertentu, dikembalikan, untuk kemudian dibunuh secara perlahan. Tumbal! Siapa saja yang yang terlibat tidak akan mudah untuk keluar. No free lunch, guys! Yang udah dinikmati, harus dibayar. Yang mengancam, harus disingkirkan. Membunuh atau terbunuh.
Well, begitulah kira-kira cerita singkatnya. Yang jelas, ane nulis ini Cuma lagi pengen aja hari ini, pengen mulai belajar menerapkan didikan kiai Rois kalo abis baca buku emang bagusnya langsung ditulis, dirangkum pake bahasa sendiri biar ngerti. Pelajaran lain juga, setiap ilmu itu adalah peliharaan yang harus diikat, dan ikatannya adalah dengan dituliskan. Bahkan, tradisi ulama kita, tidak melewatkan hal-hal kecil yang dilakukan guru-guru. Semua dicatat sehingga dikemudian hari dapat dijadikan pelajaran untuk generasi setelahnya. Pengen juga jadi bagian dari perubahan dan kemajuan dengan banyak menulis. ingin jadi tentara nya Allah yang baik kualitasnya, bukankah tinta ilmu ulama sama nilainya dengan jihad pedang di medan perang? meski sedikit dan masih belajar, setidaknya ayokk usaha terus untuk menjadikan diri lebih baik. (hehehe, curcol deh)
Banyak hal yang tersadarkan dari hikmah novel ini, tentang strategi musuh Islam melalui perang pemikiran yang sudah sangat nyata saat ini, tentang ilmu dan idealisme, tentang hubungan dan hakikat manusia dengan Allah yang maha mengendalikan, tentang keterbatasan manusia, tentang sempurnanya ajaran-ajaran Islam, tentang umat Islam yang dituntut kualitasnya, tentang jihad fii sabilillah, tentang cinta, keikhlasan dan masih banyak lagi. Semoga apa yang ane tulis bisa bermanfaat, kalo kurang silahkan dibaca dan perbanyak membaca buku lain juga ya gaesss, kemudian ambillah hikmah sebanyak-banyaknya! Jazakallah.


(Banyuasin, 09 Desember 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar